Kamis, 02 Juni 2016

Analisa Pergagangan Internasional Dalam Islam

Semakin berkembangnya zaman semakin berkembang pula segala bentuk transaksi yang ada. Seperti yang kita ketahui perbedaan kemakmuran negara yang sangat mencolok dapat mempengaruhi nilai mata uang setiap negara.
 Dalam beberapa aspeknya peningkatan kebutuhan yang semakin bertambah atau bermacam macam membuat kita harus memasok barang dari luar negeri. Tidak setiap negara mampu menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan ekspor. Bila suatu negara mempunyai kemampuan memproduksi barang, negara tersebut cenderung mengimpor barang produksinya (konsep makro ekonomi perdagangan internasional). Selama proses transaksi ekspor-impor alat pembayaran yang digunakan tidak terlepas dari uang. Perbedaan mata uang di setiap negara menjadi masalah utama dalam berdagang. Uang di masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran serta permintaan di antara negara-negara tersebut, sehingga timbul perbandingan mata uang antar negara. Bagaimana hukum transaksi dalam perdagangan internasional menggunakan mata uang asing dalam syariat Islam?
ANALISA :
Ditinjau dari segi rukun dan syarat jual beli:
Adanya ijab-qabul, yakni perjanjian untuk memberi dan menerima barang ekspor atau impor. Ijab-qabul dapat dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan, Disetiap transaksi jual beli barang-barang ekspor/impor pasti terdapat perjanjian yang mengikutinya. Di mana pihak pembeli atau penjual mempunyai hak wewenang penuh terhadap bentuk kerjasama jual-beli ekspor/impor. Yang mana penjual atau pembeli dapat mengambil tindakan hukum ketika salah satunya tidak memenuhi kontrak perjanjian jual beli ekspor-impor (memenuhui syarat akad dewasa dan sehat). Perjanjian dilakukan untuk menghindari kerugian bila salah satu pihak melakukan kecurangan (agar tidak terjadi unsur gharar atau maisir). Suatu contoh: barang ekspor tidak sesuai dengan jumlah yang ditetapkan ketika akad, bisa saja terjadi kesalahan perusahaan ketika akan mendistribusikan barangnya ke beberapa tempat. Pihak pembeli barang tersebut dapat mengklaim atas pembeliannya dan memberikan sangsi pada penjual. Contoh lain, ketika hendak membeli barang ekspor/impor yang nilai harganya ditetapkan sekarang namun penyerahan mendatang dalam kurun waktu lama, perusahaan yang memasok barang akan mengalami kerugian bila harga kurs mata uang asing berubah. Bila kontrak atau perjanjian jual beli ekspor/ impor yang diperoleh dalam rangka jual beli tidak dilakukan sejumlah unit valuta sing pada harga dan jangka waktu tertentu hukumnya haram karena mengandung unsur maisir (spekulasi)
            Barang yang diperjualbelikan dalam ekspor-impor harus sesuai dengan syarat obyek transaksi Islam. Jual beli tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Barang yang diperjualbelikan dalam ekspor-impor harus suci barangnya. Artinya barang-barang yang diperjualbelikan bukanlah najis. Apabila barang ekspor/impor yang ditawarkan berupa produk makanan atau minuman terbungkus atau tertutup, sebelum membeli hendaknya dilihat label yang tertera dalam kemasan. Label kemasan harus menerangkan isinya, apakah barang tersebut halal/ haram untuk dikonsumsi. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual (kriteria barang yang dibeli) , maka sahlah jual belinya. Akan tetapi, jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya.
            Harga dan jumlah barang harus jelas dan sesuai kesepakatan akad. Pada jenis jual beli ekspor-impor penyerahan barang tidak mungkin dilakukan pada saat itu. Di mana kurs mata uang asing bisa setiap saat berubah-ubah tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di bursa valuta asing. Adanya valuta asing akan mempermudah dan memperlancar suatu negara dalam mengadakan perdagangan dengan negara lain. Valuta asing berfungsi sebagai alat tukar atau mempermudah perdagangan internasional. Tentunya jika tidak ada valuta asing maka perdagangan antarnegara akan mengalami kesulitan, karena perdagangan hanya dapat dilakukan dengan cara tukar-menukar barang dengan barang atau barter. Ketika transaksi pembelian dan penjualan ekspor/ impor yang nilai uang/ harga ditetapkan sekarang dan penyerahan dikemudian hari, hukumnya adalah boleh. Jika penyerahan pada saat itu atau penyelesaiannya paling lambat dalam waktu dua hari dan barang tersebut telah siap dijuak (sudah diproduksi/ siap kirim). Hukumnya boleh karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa di hindari dan merupakan transaksi internasional.

Namun, apabila jual beli ekspor impor  nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang (penyerahan barang pada tenggang waktu lama dan masih dalam tahap produksi), maka hukumnya haram. Karena perbandingan nilai tukar harga sekarang dengan harga mendatang bisa berubah-ubah. Misalnya, eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importer Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan permintaan di bursa valuta asing. Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uang masing-masing (misalnya 1 $ seharga Rp 13.000,00). Serta bila barang masih dalam tahap produksi, tinggi besarnya biaya yang digunakan selama produksi seharusnya diasumsikan pada harga kurs yang berlaku saat itu.